KM Bali 1-Seorang pemuda tiba di Baghdad dalam perjalanannya menunaikan ibadah 
haji ke tanah suci. Ia membawa seuntai kalung senilai seribu dinar. Ia 
sudah berusaha keras untuk menjualnya, namun tidak seorang pun yang mau 
membelinya. Akhirnya ia menemui seorang penjual minyak wangi yang 
terkenal baik, kemudian menitipkan kalungnya. Selanjutnya ia meneruskan 
perjalanannya.
Selesai menunaikan ibadah haji ia mampir di Baghdad untuk mengambil 
kembali kalungnya. Sebagai ucapan terima kasih ia membawa hadiah untuk 
penjual minyak wangi itu.
“Saya ingin mengambil kembali kalung yang saya titipkan, dan ini sekedar hadiah buat Anda,” katanya.
“Siapa kamu? Dan hadiah apa ini?,” tanya penjual minyak wangi.
“Aku pemilik kalung yang dititipkan pada Anda,” jawabnya mengingatkan.
Tanpa banyak bicara, penjual minyak wangi menendangnya dengan kasar, 
sehingga ia hampir jatuh terjerembab dari teras kios, seraya berkata, 
“Sembarangan saja kamu menuduhku seperti itu.”
Tidak lama kemudian orang-orang berdatangan mengerumuni pemuda yang 
malang itu. Tanpa tahu persoalan yang sebenarnya, mereka ikut 
menyalahkannya dan membela penjual minyak wangi. “Baru kali ada yang 
berani menuduh yang bukan-bukan kepada orang sebaik dia,” kata mereka.
Laki-laki itu bingung. Ia mencoba memberikan penjelasan yang 
sebenarnya. Tetapi mereka tidak mau mendengar, bahkan mereka mencaci 
maki dan memukulinya sampai babak belur dan jatuh pingsan.
Begitu siuman, ia melihat seorang berada di dekatnya. “Sebaiknya kamu
 temui saja Sultan Buwaihi yang adil; ceritakan masalahmu apa adanya. 
Saya yakin ia akan menolongmu,” kata orang yang baik itu.
Dengan langkah tertatih-tatih pemuda malang ini menuju kediaman 
Sultan Buwaihi. Ia ingin meminta keadilan. Ia menceritakan dengan jujur 
semua yang telah terjadi.
“Baiklah, besok pagi-pagi sekali pergilah kamu menemui penjual minyak
 wangi itu di tokonya. Ajak ia bicara baik-baik. Jika ia tidak mau, 
duduk saja di depan tokonya sepanjang hari dan jangan bicara apa-apa 
dengannya. Lakukan itu sampai tiga hari. Sesudah itu aku akan 
menyusulmu. Sambut kedatanganku biasa-biasa saja. Kamu tidak perlu 
memberi hormat padaku kecuali menjawab salam serta 
pertanyaan-pertanyaanku,” kata Sultan Buwaihi.
Pagi-pagi buta pemuda itu sudah tiba di toko penjual minyak wangi. Ia
 minta izin ingin bicara, tetapi ditolak. Maka seperti saran Sultan 
Buwaihi, ia lalu duduk di depan toko selama tiga hari, dan tutup mulut.
Pada hari keempat, Sultan datang dengan rombongan pasukan cukup besar. “Assalamu’alaikum,” kata Sultan.
“Wa’alaikum salam,” jawab pemuda acuh tanpa gerak.
“Kawan, rupanya kamu sudah tiba di Baghdad. Kenapa Anda tidak singgah di
 tempat kami? Kami pasti akan memenuhi semua kebutuhan Anda,” kata 
Sultan.
“Terima kasih,” jawab pemuda itu acuh, dan tetap tidak bergerak.
Saat Sultan terus menanyai pemuda ini, rombongan pasukan yang 
berjumlah besar itu maju merangsak. Karena takut dan gemetar melihatnya,
 si penjual minyak wangi jatuh pingsan. Begitu siuman, keadaan di 
sekitarnya sudah lengang. Yang ada hanya sang pemuda, yang masih tetap 
duduk tenang di depan toko. Penjual minyak wangi menghampirinya dan 
berkata:
“Sialan! Kapan kamu titipkan kalung itu kepadanya? Kamu bungkus dengan apa barang tersebut? Tolong bantu aku mengingatnya.”
Si Pemuda tetap diam saja. Ia seolah tidak mendengar semuanya. 
Penjual minyak wangi sibuk mondar-mandir kesana kemari mencarinya. 
Sewaktu ia mengangkat dan dan membalikkan sebuah guci, tiba-tiba jatuh 
seuntai kalung.
“Ini kalungnya. Aku benar-benar lupa. Untung kamu mengingatkan aku,” katanya.
Sumber: Akhbar Adzkiya, Ibn Al-Jauzi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Posting Komentar